Critical Discourse Analysis AWK

 




Abstrak

 

Analisis wacana kritis (CDA),saat ini menjadi sangat populer dan terus mengalami perkembangan,pendekatan dalam kajian analisis wacana kritis bukan hanya meyelidiki bahasa tulis dan bahasa lisan dari makna kata yang terkandung di dalamnya seperti visual dan suara.Namun,analisis wacana kritis juga berfungsi untuk mengungkap kedudukan dan peran bahasa yang diproduksi dari sebuah wacana yang didominasi adanya ketidaksetaraan,kesenjagan,dan perekayasaan yang tidak dapat dibenarkan.

Bahasa menjadi salah satu alat yang digunakan manusia dalam berinteraksi dan berkomunikasi anatar sesama manusia dalam mencapai suatu tujuan.Perkembangan bahasa selalu mengikuti era globalisasi dimana pengguna bahasa tidak lagi memandang bahasa sebagai suatu kesatuan,namun bahasa kini diajadikan sebagai dasar kekuatan di dalam bentuk kekuasaan.Jika melihat sepintas bahasa yang dihasilkan seseorang memiliki tingkatan dalam penggunaan bahasa,hal ini dapat dikatan sebagai penggolongan menurut klaster dimulai dari bahasa dari kalangan bawah,menegah dan tingakat atas.

Pengguna bahasa para pemengang kendali yang dapat dikatakan sebagai golongan paling tinggi dalam berbahasa,inilah yang menjadi sorotan dalam kajian analisis wacana kritis untuk menemukan akar permasalahan dalam bahasa yang digunakan para aparat atau penguasa dalam menghasilkan suatu bahasa.Adakalanya bahasa yang diproduksi oleh pemengang kendali kekuasaan dapat memutar arah dari hal yang berupa fakta akan menjadi bahasa yang tidak benar atau bahasa rekayasa yang merupakan produk komunikasi dalam politik.

Dari kacamata linguistik forensik hal yang demikian menjadi produk hukum yang dapat dianalisis dengan memadukan displin ilmu dalam kajian analis wacana kritis untuk menemukan suatu pembenaran dengan adanya kesenjagan dan juga perekayasaan dalam menyanpaikan suatu informasi.Keterlibatan bahsa dalam menyampaikan informasi mendapat perhatian khusus pada kajian analisis wacana kritis,sehingga banyak diantara kalangan intelektual tertarik dalam mengkaji lebih dalam mengenai suatu informasi yang dihasilkan oleh para penutur bahasa.

Penelitian ini dilakukan untuk memgetahui dan menganalisis wacana tentang adanya ketidak adilan dan kesenjangan pada bahasa yang digunakan oleh aparat penegak hukum dalam berkomunikasi,dengan menggunakan analisis wacana kritis dengan menggunakan model yang dikembangkan oleh Norman Fairclough.Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan dalam studi kasus terhadap pemberitaan di media baik koran,majalah,maupun dalam bentuk dokumen lainnya.Pada kajian Analisis wacana kritis ini terfokus pada bagaimana cara penegak hukum dalam mengguanakan bahasa yang dituangkan melalui media yang  dapat berpotensi pada kajian linguistik forensik sehingga bahasa yang digunakan tersebut menjadi sebauh kasus berupa praktik kekuasaan

A.          PENDAHULUAN

Bahasa merupakan alat komunikasi yang tersusun dalam suatu bentuk berupa frasa,klausa,kalimat yang diungkapkan baik secara lisan maupun tulisan (Wiratno, 2018).Bahasa digunakan oleh manusia sebagai alat untuk berkomunikasi yang secara terus menerus mengalami perkembangan,tentunya dalam berkomunikasi berbagai bentuk bahasa penutur yang disampaikan baik secara lisan maupun tulisan.

Bahasa yang dituangkan dalam bentuk lisan merupakan wujud komunikasi yang terjadi secara langsung,sementara bahasa tulis merupakan ide-ide atau gagasan dari pengguna bahasa yang disampaikan dalam bentuk tulisan.Pengguna bahasa tulis banyak mendapat perhatian pada kalangan intelktual dalam mengkaji penggunaan bahasa dalam sebuah teks terutama pada bahasa yang digunakan para penegak hukum dan juga wartawan yang dituangkan dalam media internet maupun koran.

Dalam konteks penggunaan bahasa tulis yang digunakan wartawan atau jurnalis,sangat perlu memperhatikan gaya penulisan agar dapat dengan mudah dipahami oleh pembaca.Penulisan dalam sebuah teks yang digunakan jurnalis dan dimuat dalam koran jarang sekali memandang sisi semantik sebagai acuan dalam sebuah tulisan,sehingga pembaca sulit memaknai dari kata tersebut.keterlibatan seorang jurnalis dan para aparat penegak hukum dalam memediakan informasi terdapat kesenjangan yang merupakan suatu bentuk dari pengguna bahasa dalam suatu kekuasaan.

Melihat bahasa jurnalis yang di dimuat dalam sebuah koran memiliki perluasan makna kata,dalam arti bahasa digunakan jurnalis tidak lagi digunakan sebagai alat untuk menyampaikan informasi berupa fakta kepada pembaca,tetapi melainkan hanya sebagai atat dalam mencapai tujuan berdasarkan kepentingan persenoal (Busri, 1989).

Dalam bahsa tulis,seorang penulis membutuhkan keahlian dalam merangkai kata sehingga kata-kata tersusun menjadi sebuah kalimat.dan kalimat tersusun menjadi sebuah teks.tentu bukan hal yang mudah bagi seseorang untuk dapat memaksimalkan gagasannya sehingga menjadi sebuah tulisan.Memaknai bahasa dalam sebuah tulisan,hal yang terpenting adalah suatu pernyataan yang disampaikan sesorang perlu memperhatikan kaidah penulisan baik dari segi sintaksis maupun semantik.

Dalam teks terdapat wacana,sementara bahasa itu sendiri berada pada lingkup wacana,sehingga dapat dikatakan terjadinya sebuah wacana karena adanya bahasa yang digunakan manusia baik dari bahasa lisan maupun tulis yang di dalamnya terdapat teks dan konteks.Fenomena ini yang sering dijumpai pada kondisi dimana bahasa berperan penting dalam proses komunikasi sosial pada pengguunaan bahasa,dalam arti bahasa terjadi karena adanya tindakan partisipan yang menghasilkan teks dan konteks yang kemudian menghasilkan wacana.

Bahasa yang dihasilkan penutur baik dalam bentuk lisan maupun  tulisan terkandung makna yang berbeda,manakala suatu informasi yang disampaikan melalui media baik itu sumbernya dari koran,internet maupun sumber lainnya masih ditemukan informasi yang tidak sesuai dengan kenyataannya,hal ini dapat ditinjau dari sisi makna semantik,sintaksis,dan juaga pragmatik.Pada dasarnya  penerima bahasa dengan gamblang dapat memaknai dari tulisan seseorang dengan berbagai persepsi,sehingga menimbulkan konteks yang berbeda.

Dalam analisis wacana kritis yang dikembangkan Norman Fairclough memandang adanya keterkaitan antara pengguna bahasa dalam lingkup sosial dan adanya masyarakat sebagai penghasil wacana,dengan pandangan inipula dapat dianalisis dari praktik sosisal budaya yang berhubungan dengan kekuasaan dan ideologi.Kerja keras dilakukan para linguis adalah mencari berbagai permasalahan dalam lingkup sosial,politik yang menjadi handil besal dalam menganalisis bahasa dalam lingkungan yang ada di sekitarnya dan juga menjadi tugas dalam analisis wacana kritis (Umar Fuzan, 2014).

Untuk mencari permasalahan yang menyangkut pada persoalan hukum perlu adanya kerjasama dalam bidang analisis wacana kritas dan kajian lingustik forensik,dengan adanya kajian dalam ilmu ini dapat dengan mudah menemukan masalah berkaitan dengan kasus yang menggunakan bahasa dalam ranah hukum.Salah satu contoh dapat ditemukan dalam lingukungan sosisal seperti halnya penguasa yang tentunya bahasa yang digunakan baik lisan maupun bahasa yang ditungkan dalam bentuk tulisan tidak dapat terbantahkan.hal ini menjadi fenomena dimana bahasa yang digunakan masih banyak perekayasaan,dan menimbulkan kesenjagan.

Menghubungkan antara analisis wacana kritis dan linguistik forensik sangat perlu dilakukan karena saat ini pemberitaan dari wartawan masih dinggap belum memberikan informasi yang sebenarnya dan begitupula yang dilakukan aparat penegak hukum.Sebenarnya dalam kajian analisis wacana kritis dalam kacamata linguistik forensik  bertujuan untuk membongkar penggunaan bahasa yang diguanakan penguasa dalam kaitannya dengan sosial dan politik (Subyantoro, 2019).

Hal ini menjadi pijakan penetiliti tertarik untuk menganalisis wacana yang terkait dengan kajian analisis wacana kritis dari pandangan lingustik forensik,karena pada dasarnya penutur bahasa yang umumnya digunakan para aparat penegak hukum masih menimbulkan kesenjagan dan perekayasaan terhadap bahasa yang digunakan baik lisan maupun tulisan.Melihat kondisi permasalahan tersebut maka perlu diadakan penelitian lanjut untuk dapat menjawab pertanyaan yang pada benak peneliti maupun pada masyarak.

B.     METODE

Pada penelitian ini,metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus,untuk menemukan dimana data yang dihasilkan dari kata dan kutipan yang didapat melalui media koran maupun internet.Dengan menggunakan metode ini,secara lebih dalam dapat menngesplorasi temuan-temuan suatu proses peristiwa dengan melihat beberapa prosedur yang akan digunakan dalam memperoleh sebuah data,dengan ini peneliti dapat dengan mudah menemukan permasalahan berkaitan dengan bahasa yang digunakan aparat penegak hukum baik dalam bahasa lisan maupun tulis yang termuat dalam media koran maupun internet.

Dalam studi kasus digunakan beberapa cara agar menjawab beberapa persoalan yang ditemukan,dalam hal ini peneliti menggunakan dukumen sebagai langkah awal dalam tahap pengumpulan data.Hal ini senada yang diungkapakan (ZDEL et al., 2001) bahawa studi kasus ini memiliki kemampuan untuk menangani berbagai bentuk dalam pengumpulan data berupa bukti dokumen,wawancara, dan observasi langsung, juga sebagai observasi partisipan.

Selanjutnya data yang kumpulkan dari penetiti,kemudian dianalisis dari bentuk kata,klausa,dan kamit yang digunakan penutur di dalam bahasa tulis yang dimuat dari media koran.Adapun teknik untuk mendukung motode yang digunakan ini adalah teknik ubah wujud,dimana teknik ini dilakukan dengan mengubah beberapa wujud satuan lingual.

C.    TUJUAN 

Melirik kondisi saat ini,peneliti dapat memberikan suatu kesimpulan bahwa bahasa yang digunakan aparat penegak hukum yang kini semakin menimbulkan persepsi di kalangan masyarakat.Pada dasarnya,penilaian masyarakat terhadap bahasa yang diproduksi penegak hukum banyak memiliki rekayasa bahasa.sehingga dapat dikatakan bahasa aparat penegak hukum jika ditinjau dari kajian linguistik forensik bisa menjadi suatu persoalan mengenai ketidakadilan yang timbul dan dikaitannya dengan persoalan kekuasaan.Oleh sebab itu,penilaian masyarakat terhadap bahasa yang diproduksi oleh aparat penegak hukum tentunya memiliki opini tersendiri dari setiap bahasa yang di gunakan oleh penutur.

Perekayasaan bahasa dan ketidakadilan dalam memproduksi bahasa yang digunakan aparat penegak hukum menjadikan peneliti untuk menganalisis bahasa dari segi semantik,dan fonologi. Penelitian ini dilakukan untuk memgetahui dan menganalisis wacana tentang adanya ketidak adilan dan kesenjangan pada bahasa yang digunakan oleh aparat penegak hukum dalam berkomunikasi baik yang yang digunakan secara lisan maupun yang dituangkan dalam bentuk bahasa tulis.Seperti halnya dalam wacana politik,aktor berperan dalam menghasilkan wacana dimana suatu tindakan berfokus pada cara-cara mempersentasikan realitas dalam tidak tutur (Fairclough & Fairclough, 2013).

D.    PEMBAHASAN

Analisis wacana kritis (CDA) merupakan studi dimana bahasa dianalisis dan berfokus pada hasil wacana yang hubungannya antara wacana dan elemen sosial.Analisis wacana kritis berkontribusi pada analisis sosial kritis yang dapat dipahami sebagai relasi kekuasaan,ideologi,institusi,identitas sosial dan lainnya,inipula yang membawa tradisi kritis analisis sosial ke dalam studi bahasa.

Analisis sosial kritis dapat dipahami sebagai kritik normatif dan eksplanatori. Dalam kritik normatif tidak hanya menggambarkan realitas,akan tetapi krtik normatif ini dapat juga mengevaluasi,menilai dan mejelaskan adanya kontrofersial misalnya politik,budaya dan kesejahteraan manusia.Hal seperti ini yang akan dianalisis dan diuji unuk ditemukan kesenjangan di dalam struktur dan mekanisme kekuatan misalnya ketidaksetaraan dalam  berbagai bentuk kekuasaan yang dianggap sebagai praktek kapitalis dalam sebuah wacana.

Critical discourse analysis (CDA) merupakan tatanan dalam sebuah wacana yang merupakan elemen dari semua proses sosial,peristiwa dan praktik sosial dari artikulasi wacana yang berupa gander dan gaya,sehingga analisis teks dihubungkan dengan analis sosial yang kemudian menganalisi seperangkat nilai keadilan sosial dan kesetaraan sosial  (Fairclough, 2013).

Dalam kajian ini,yang dianalis adalah tuturan bahasa aparat penegak hukum dalam media koran ataupun internet yang dapat menjadi suatu sorotan masyarakat yang menjadikan bahasa banyak menimbulkan perekayasaan,dan dianggap bahwa bahasa penutur digerahkan ke arah suatu bentuk kekuasaan yang berhubungan dengan hukum.

Bahasa yang termuat di media koran berada di bawah ruang lingkup linguistik terapan,hal ini dikarenakan media dari koran memuat sebuah wacana yang berupa komunikasi dari bahasa yang menghasilkan makna (Hendricks et al., 1983).

Dalam kajian analisis kritis memandang bahasa sebagai praktik sosial,maka dalam analisi teks perlu terlebih dahulu menghasilkan deskripsi sebuah teks kemudian barulah dapat dianalisis. Analisis wacana kritis (CDA) juga merupakan jenis penelitian analitik wacana yang fokus utamanya mempelajari cara penyalahgunaan kekuasaan sosial, dominasi, dan ketidaksetaraan diberlakukan, direproduksi, dan ditentang oleh teks dan pembicaraan dalam konteks sosial dan politik. Dengan pembangkang seperti itu penelitian, analis wacana kritis mengambil posisi eksplisit, dan dengan demikian ingin memahami,mengekspos, dan akhirnya melawan ketidaksetaraan sosial (Hendricks et al., 1983).Dari hasil bahasa aparat penegak hukum,melalui kajian analisis wacana kritis dengan melihat sudut pandang bahasa dapat dinilai bahwa adanya bentuk kekuasaan yang terkait dalam bahasa yang di produksinya.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Busri, H. (1989). REPRESENTASI KEBAHASAAN DALAM TEKS BERITA SURAT KABAR ( SEBUAH ANALISIS WACANA KRITIS ).

Fairclough, N. (2013). Critical discourse analysis the critical study of language, second edition. In Critical Discourse Analysis The Critical Study of Language, Second Edition. https://doi.org/10.4324/9781315834368

Fairclough, N., & Fairclough, I. (2013). Political discourse analysis: A method for advanced students. In Discourse & Society (Vol. 24, Issue 2). http://ovidsp.ovid.com/ovidweb.cgi?T=JS&PAGE=reference&D=psyc10&NEWS=N&AN=2013-07834-007

Hendricks, H., Bennion, J. L., & Larson, J. (1983). Technology and language learning at byu. In CALICO Journal (Vol. 1, Issue 3). https://doi.org/10.1558/cj.v1i3.23-31

Subyantoro. (2019). Adil indonesia jurnal volume 1 nomor 1, januari 2019. 1(3), 36–50.

Umar Fuzan. (2014). ANALISIS WACANA KRITIS DARI MODEL FAICLOUGH HINGGA MILLS Umar. Jurnal PENDIDIK, 6(1).

Wiratno, T. (2018). LINGUISTIK SISTEMIK.

ZDEL, Hinkin, T. R., Tracey, J. B., Enz, C. A., Riris, R. H., Pixler, P. W., عامر, د. و. م., Treloar, C., Champness, S., Simpson, P. L., Higginbotham, N., Description, A., Outcome, E., Anderson, D. ., Krathwol, L. ., Maháthera, N., Geometry, R., Analysis, G., & Yin, R. K. (2001). Case study research and applications: Design and methods. In Journal of Hospitality & Tourism Research (Vol. 53, Issue 5). https://doi.org/10.1177/109634809702100108

 

 

 

 

Belum ada Komentar untuk "Critical Discourse Analysis AWK "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel